Skip to content

Krisna Prasetyo


Hari Senin sore pukul 15.30. Iseng-iseng nonton tipi. Liat ANTV ada pertandingan bola dalam negeri. Setelah diamat-amati ternyata ajang Indonesian Super League. Kebetulan yang main klub kebanggaan Malang Raya, Arema. Tapi tunggu dulu, ini Arema mana ya?? Koq skuadnya bedaaa banget ma musim lalu. Apalagi musim sebelumnya saat Arema berhasil menjadi kampiun Indonesian Super League. Ternyata selidik punya selidik ini adalah Arema yang berlaga di ISL. Sepengetahuan saya ini adalah Arema Versi Rendra Kresna. What the hell?? Dan Arema yang musim lalu sekarang berlaga di Indonesian Premier League. Selama Arema berdiri belum ada tuh "Aremania versi siapa". Tapi saya yakin asal ada nama Arema pasti akan ada Aremania, gak peduli tuh mau versi siapa. Tapi bikin bingung juga sih dan pastinya menguras kantong penonton. Bayangkan saja jika Arema Versi IPL dan Arema Versi ISL main bersamaan, ato setidaknya harinya berdekatan. Bisa dibayangkan akan berapa kali para Aremania datang ke stadion untuk menyaksikan tim kesayangannya berlaga dan berapa duit yang harus dikeluarkan penonton??
Kadang saya mengelus dada, bagaimana bisa kondisi persepakbolaan kita sekarang semrawut gak karuan. Kalo orang awam seperti saya, sudah pasti menduga dan menyangka kalo petinggi-petinggi PSSI yang berada di balik ini semua. Mereka sebenarnya tidak punya sedikitpun rasa cinta terhadap sepak bola meskipun talenta-talenta penuh prestasi bertebaran di segenap penjuru negeri.
Padahal kalo menurut saya ISL yang sudah berlangsung beberapa musim terakhir sudah berjalan baik dan digadang-gadang menjadi ajang liga peringkat 8 Asia. Tapi sekarang gak tau deh peringkat berapa. Kesemrawutan ini dimulai saat tampuk kepemimpinan PSSI beralih ke Djohar Arifin Husin. Sepertinya beliau ingin menghapus bersih PSSI dari segala atribut berbau Nurdin Halid, ketua umum PSSI sebelumnya. Termasuk ajang liganya beserta pelatih timnasnya, Alfred Riedl. Untung aja nama PSSI gak ikut diganti sama dia. Hal inilah yang kemudian menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat, mungkinkah persoalan pribadi diikutsertakan dalam kesemrawutan PSSI? Ato ada mesin politik di dalamnya yang sengaja mengorbankan sepak bola nasional untuk kepentingan poltik seseorang? Who knows? Hanya Tuhan dan dia yang tahu.
Yang jelas sekarang kondisi sepak bola negeri ini butuh perbaikan. Bukan hanya sistem liganya tapi juga timnasnya. Buat pengurus baru sudahlah gak ada gunanya saling menyalahkan. Mending bergandengan tangan dan menatap masa depan persepakbolaan kita. Gak usah anti sama kepengurusan lama di bawah Nurdin Halid. Toh gak semua yang ditinggalkan Nurdin Halid cs buruk. Contoh ISL yang beberapa musim sudah digelar. Meskipun masih compang-camping, saya yakin beberapa tahun ke depan akan menemukan jati dirinya. Tapi belum sampai waktu itu ISL sudah dihancukan paksa oleh PSSI kepengurusan baru.
Kondisi timnas tidak kalah menyedihkan. Setahun yang lalu di ajang AFF Cup masih jelas teringat bagaimana keperkasaan Pasukan Garuda di babak penyisihan hingga semifinal ternyata tidak bertaji di babak final dan, lagi-lagi, menyerah pada Malaysia. Yang lebih parah, hal itu justru terjadi di kandang sendiri. Di Stadion Bung Karno. Di depan pendukung Indonesia. What the hell??
Eh gak taunya di ajang Sea Games kejadian serupa terulang kembali. Kali ini Garuda Muda yang ompong di babak final. Dan lagi-lagi Malaysia yang mempermalukan kita. Lagi-lagi juga di Stadion Bung Karno dan lagi-lagi di depan pendukung Indonesia. What the hell part 2.
Saya jadi teringat pernyataan Striker Timnas U23 yang sempat meluas di jejaring sosial. Kalo gak salah berbunyi, kalo anda tidak bisa mendukung timnas saat kalah, anda jangan bersorak gembira saat timnas menang. Memang benar sih, sebagai pendukung setia kita memang harus mendukung timnas apapun keadaannya. Tapi wajar juga dong kalo kita kecewa dengan timnas. Bayangkan, Udah sejak 1991 kita tidak bersorak di partai final Sea Games. Sudah 20 tahun. Dan sampai kapan lagi kita harus menunggu??

Hari Selasa dini hari tanggal 6 bulan Desember tahun 2011, posting dulu, karena malam gambar pun hitam doank..:D Seperti biasa, belum tidur. Nonton TV jadi rutinitas malam menjelang pagi. Tapi hingga pagi menjelang, mata belum juga mau diajak merem. Akhirnya ambil hape, pasang headset, muter lagu2 lama. Mahameru-nya Dewa 19, Mawarku-nya Funky Kopral, sampai Tak Kan Pernah Ada-nya Geisha masuk dalam playlist. Celakanya, karena lagu2 ini mata tambah gak bisa diajak merem. Bukannya ngerock dengan beat gitar yang garang, lagu-lagu di atas gak ngebeat2 banget, lazimnya juga buat pengantar tidur, tapi entah mengapa pikiran malah melayang-layang saat denger lagu-lagu ini. Mungkin bisa ditelaah satu-satu kali ya, mengapa lagu2 di atas malah bikin gak tidur semaleman.
Pertama. Mahameru dari Dewa 19. Lagunya enak sih. Jadinya diputer deh berkali-kali. Sebenarnya bukan tipe lagu pengantar tidur, tapi juga gak melow-melow amat sih. Iramanya lembut diiringi suara-suara alam plus lirik keren, bikin ngantuknya kabur..hwahh..
Lagu kedua. Mawarku punyanya Funky Kopral. Ini jelas bukan pengantar tidur yang baik. Tapi lagu inilah yang pernah aku mainkan bareng anak-anak waktu kuliah. Jadi kembali ke masa itu. Ribetnya latihan sampai suasana manggungnya masih terpatri kuat di otak waktu lagu ini mengalun. Udah deh, makin gak bisa merem...
Nah, yang ketiga ini diluar kebiasaan banget. Tak kan pernah ada miliknya Geisha. Mimpi apa aku bisa dengerin lagu ini... Tapi pas dengerin ini, mulai intro pertama otak langsung melayang ke Kebun Binatang Surabaya. Whatt?? Yah, gak tau deh. Tapi emang tempat itu yang jadi jujugan pertama otak waktu lagu ini masuk kuping. Mungkin kenangan 2 tahun yang lalu yang masih membekas dalam. Pas banget waktu itu tanggal 18 Februari 2010. Hari apa itu? Lupa. Yang jelas tanggal 18 Februari hari ultahku, tapi yg bikin hari itu spesial, apalagi kalo bukan pertemuan dengan seseorang yang pernah mengisi hatiku waktu itu. Kado indah di hari ultah. Tapi cuma sebentar sih. Lalu apa hubungannya dengan Tak Kan Pernah Ada-nya Geisha?? Gak penting sih sebenarnya, cuma pas ngobrol sempet bahas lagu itu yang menurutku mirip banget sama Pretty Boy-nya M2M. Buat ngebuktiin, dinyanyiin sama dia pelan2. Jadi deh, lagu itu punya kenangan manis bahkan sampai detik ini. Nah yang bikin miris, kebahagiaan itu cuma sebentar sekali. Gak sampai sebulan mungkin. Semua harapan-harapan manisku, semua mimpi-mimpi indahku dihancurkan dengan paksa. Yah nasib. Nasib?? Bukan!! Siapa bilang nasib?? Takdir? Gak!. Menurutku, dan kebetulan didukung oleh pernyataan di sebuah adegan film Terminator-nya Arnold Schwarzeneger, bener gak sih nulisnya?, kalo takdir, nasib, itu kita sendiri yang menentukan. Bahasa kerennya No Fate But What We Make. Jelas, takdir atau nasib itu kita sendiri yang bikin. Jadi jangan gampang menyalahkan Tuhan karena takdir atau nasib kita jelek.
Hwaah.. gimana critanya ini malah jadi ajang curhat. Yah, okedeh.. Karena besok musti beraktifitas, ngitung domba dulu...